MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2
Dosen Pengampu Selly Rahmawati S.Pd, M.Pd.
Oleh
1.Dana
Kristina (12144600049)
2.Sujarwo (12144600051)
3.Quin
Dewi Sartika (12144600064)
4.Siti
Haryani (12144600069)
5.Gandes
Puspitasari (12144600071)
Kelas:
A2-12
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PGRI YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga,penulis dapat
menyusun makalah pendidikan kewarganegaraan yang bertema ”Laissez Faire Laissez
Aller”dengan baik.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Makalah ini
disusun sebagai tugas yang menjadi kesepakatan dalam kontrak perkuliahan.Dengan
demikian penulis berharap agar makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca dalam memahami materi asaz atau bentuk kepemimpinan laissez faire
laissez aller, sehingga baik penulis maupun pembaca lainnya dapat mengetahui
danmemahami dengan baik dan benar pengertian,
teori, negara yang pernah menerapkan asaz laissez faire laissez aller.
Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun,untuk kesempurnaan makalah di masa yang akan
datang.Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Yogyakarta,
03 Pebruari 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Susunan negara yang di buat oleh negara lain, belum
tentu dapat di gunakan baik oleh negara yang lainnya yang keadaannya berlainan.
Azas yang di anut suatu bangsa juga merupakan cerminan dari suatu bangsa itu
sendiri, juga ikut menentukan konsep suatu negara. Misalnya saja indonesia azas
yang dianut harus berdasarkan pancasila tidak boleh menyimpang pada nilai-nilai
yang terkandung didalamnya, yaitu negara yang mempunyai/percaya adanya tuhan
dan kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat tetapi dalam penyampaiannya
dengan perwakilan yaitu DPR. Apa yang dianut oleh indonesia belum tentu cocok
digunakan juga di negara lain. Azas laissez faire laissez aller adalah azas
yang dianut oleh kebanyakan negara di benua eropa hal itu lebih cocok digunakan
karena masyarakatnya yang hidup dalam kebebasan. Dimana di negara yang menganut
paham ini warga negara bebas untuk berusaha untuk kemakmuran dirinya, hanya
pada waktu tertentu saja masyarakat baru ikut campur. Dalam makalah ini akan
dibahas pengertian azas laissez faire laissez aller, pencetus, konsep, dampak,
negara mana saja yang menganut, kekurangan dan kelebihan dari azas ini.
B.
Pengertian
dari Azas Laissez Faire Laissez Aller
Laissez Faire
adalah sebuah frase dari bahasa perancis yang berarti biarkan berbuat, biarkan berlangsung, biarkan terjadi, dan biarkan setiap orang
berbuat sekehendak hati. Sedangkan makna dari azas laissez faire laissez aller adalah dimana
setia warga negara diberi
kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha bagi kemakmuran dirinya, negara
tidak mengintervensi/ikut campur dalam urusan warga negara. Hanya saja jika jemakmuran itu
terlalu berat sebelah yaitu menimbulkan kekayaan yang luar biasa disamping
kemelaratan banyak orang maka negara wajib memperbaiki keadaan itu, misal
dengan membuat undang-undang. Kedaulatan warga negara dalam soal politik harus
didasarkan pada kemakmuranny. Hanya warga yang membayar pajak sajalah yang
diberi hak untuk memilih anggota parlemen, sedang para anggota itu harus cukup
kekayaannya dan jangan menggantungkan hidupnya pada gaji-gaji sebagai anggota.
Azas atau tipe
kepemimpinan ini merupakan kebalikan
dari tipe kepemimpinan otoriter, jika dilihat dari segi perilakunya ternyata
tipe kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan
kompromi dan perilaku kepemimpinan pembelot. Dalam tipe ini sebenarnya pemimpin justru
membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Kekurangan dari azas ini adalah kekuasaan
dan tanggung jawab menjadi simpang siur,
berserakan diantara bawahannya. Dengan demikian dalam kepemimpinan ini
akan mudah terjadi kekacauan dan tanggung
jawab menjadi simpang siur,berserakan diantara bawahannya.
C.
PencetusAzas
Laissez Faire Laissez Aller
Aliran yang
dikembangkan oleh Adam Smith kemudian disebut aliran klasik dikarenakan
sebetulnya gagasan-gagasan yang dia tulis dan rampungkan sebetulnya telah
dibahas sejak lama, sejak masa Yunani Kuno. Misalnya saja soal paham
individualism yang dikeluarkan Smith tidak jauh berbeda dengan paham hedonism
yang sempat dipopulerkan oleh Epicurus. Begitu pula pendapatnya agar pemerintah
memiliki campur tangan yang seminimal mungkin dalam perekonomian (laissez
faire-laissez passer), yang dicikal-bakali oleh pemikiran Francis Quesnay
danTurgotsebelumnya. Ada hal yang unik, pada beberapa sumber, konon
pemberian nama aliran yang dibawa Smit yakni aliran klasik sebenarnya diberikan
oleh Karl Marx sendiri, sebagai sebutan istimewanya untuk musuh bebuyutannya
Adam Smith, karena pemikiran-pemikirannya banyak yang sudah klasik. Beri
manusia kebebasan dan biarkan mereka melakukan yang terbaik bagi dirinya
masing-masing. Pemerintah tidak perlu campur tangan dan alam lah yang akan
mengatur hingga semua pihak senang dan bahagia. Hal ini lah yang dipahami oleh
Smith yang kemudian menjadi cikal bakal konsep leissez faire-leissez passer dan
juga konsep invisible hands yang dipopulerkan Adam Smith. Perbedaan yang paling
dominan antara pola pikir Adam Smith dan kaum fisiokrat terletak pada faktor
yang paling dominan yang mempengaruhi perekonomian. Kaum fisiokrat percaya
bahwa factor yang paling dominan yang berpengaruh pada perkembangan ekonomi
adalah alam, sedangkan Smith meyakini bahwa manusia lah yang memiliki peranan
lebih. Logika seperti ini, alam (dalam hal ini tanah) tidak akan berguna
apa-apa jika tidak ada manusia yang mengolahnya untuk menghasilkan sesuatu
sebagai penyambung kehidupan. Jadi, bias dikatakan alam juga bergantung pada
manusia, sehingga manusia lah yang memiliki peranan lebih.Selain itu, Adam
Smith juga sering kali mengkritik kebijakan para kaum merkantilis dalam
menetapkan pajak dalam perdagangan luar negeri sehingga untuk bias memasarkan
barang Negara A ke Negara B harus membayar pajak yang ditentukan oleh negara.
Adam Smith menganggap ini adalah sebuah kerugian bagi para pelaku perdagangan.
Smith menawarkan logika seperti ini, jika barang yang dijual negara A jauh
lebih murah dan bias dibeli oleh seluruh kalangan, kenapa negara B harus
repot-repot untuk menciptakan barang yang sama dengan barang negara A dengan
biaya produksi yang lebih mahal. Bukannya justru akan menghemat uang dan tenaga
jika membeli langsung pada negara A? Hal ini lah yang kemudian memberikan
gambaran pada pihak-pihak yang sepaham dengan Smith untuk kemudian sepakan
meminimalisir campur tangan pemerintah, bahkan tidak mengadakan campur tangan
pemerintah dalam system perekonomian. Individualis yang dikembangkan oleh paham
liberal dalam perekonomian klasik bersumber dari paham egoistis yang dimiliki
oleh setiap umat dan telah menjadi bahan kegelisahan pemikir-pemikir masa
Yunani Kuno. Sikap egoistis yang selalu mementingkan diri sendiri ditakutkan
akan memberikan dampak social-ekonomi negative bagi masyarakat, menurut
Mandeville. Namun, menurut Smith, egoistis manusia ini justru memberi dampak
baik bagi social-ekonomi masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Jadi, jika
seorang penjual peniti mencoba untuk menetapkan harga yang lebih tinggi dari
harga yang ditetapkan pesaingnya (didorong oleh sikap egoisnya untuk kemudian
mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang lain), bisnisnya pasti akan hancur.
Karena pembeli tidak akan membeli pin padanya karena ada penjual yang menjual
dengan harga yang lebih murah. Hal-hal seperti ini lah yang kemudian dianggap
Smith sebagai pengontrol harga, sehingga harga tersebut akan stabil dengan
sendirinya dan terjadinya kesetimbangan dalam pasar karena bantuan invisible
hands.Muncul kemudian pertanyaan, bagaimana mungkin pasar yang berjalan dengan
bebas tersebut dengan kepentingan masing-masing individu pelakunya dapat
membawa perekonomian pada suatu keseimbangan yang efisien? Untuk pertanyaan
ini, Smith selalu menjawab, seperti yang terkutip dalam bukunya, kurang lebih
memiliki arti, “Walaupun setiap orang mengerjakan sesuatu didasarkan kepada
kepentingan pribadi, tetapi hasilnya bias selaras dengan tujuan masyarakat.
Dampak aktivitas setiap individu dalam mengejar kepentingannya masing-masing
terhadap kemajuan masyarakat, justru lebih baik dibandingkan dengan tiap orang berusaha
memajukan masyarakat.”Pandangan-pandangan Smith kemudian telah menandai suatu
perubahan yang sangat revolusioner dalam pemikiran ekonomi. Di masa sebelumnya,
yaitu masa merkantilis, negara ditempatkan di atas individu-individu.
Sebaliknya, menurut ajaran klasik dan fisiokrat ini, kepentingan individulah
yang mesti diutamakan. Bahkan, tugas negara lah untuk menjamin terciptanya
kondisi bagi setiap orang untuk bebas bertindak melakukan yang terbaik bagi
diri mereka masing-masing. Bagi penyokong pasar bebas, tak ada jasa yang bias
diperbuat oleh seorang umat manusia, kecuali yang dapat membuat dirinya lebih
maju.
Pemikiran Klasik Adam
Smith memang lebih banyak berbicara pada segi ekonomi. Namun, saya mengambil
pemikirannya untuk coba saya analisis lebih lanjut karena menurut saya,
pemikiran ini adalah bibit dari system perekonomian dunia. Selain sebagai bibit
system perekonomian dunia, pemikiran ini pun tak pernah berubah, memang sempat
ditentang oleh kaum sosialis komunis khususnya Marx dan Engel, tapi system ini
tetap menang, bukannya dihapus tapi diperbaiki oleh para pakar ekonomi politik
internasional. Seakan pemikiran ini tak pernah mau dilepas, selalu dipercantik
wajahnya, baik oleh Robert Malthus, David Ricardo. Pemikiran klasik Adam
Smith, yang sangat terkenal dengan leissez faire-leissez passer dan invisible
hands sangat sederhana dan pada tahap awal implementasinya dalam perekonomian
masa itu memang sangat efektif. Terlihat dengan jelas bahwa pemikiran yang
dikembangkan Adam Smith kala itu berhasil mengangkat perekonomian negara dan
kesejahteraan masyarakat kala itu. Seperti yang kita tahu, sebelum pemikiran
ekonomi klasik ini diterima dalam masyarakat, dunia berada pada masa
merkantilis dimana negara memiliki peranan yang sangat besar dalam penentuan
kebijakan ekonominya, perdagangan luar negeri hanya boleh dilakukan oleh pihak
negara, sehingga terjadi kesenjangan yang sangat besar dimana saudagar yang
pada umumnya juga adalah para negarawan semakin semena-mena dalam hal
penguasaan modal. Hal ini lah yang dibawa oleh Smith dan kaum fisiokratis,
bahwa semestinya bukan negara yang mengatur. Setiap individu diyakini memiliki
hak masing-masing untuk merasakan kenikmatan. Karena itu, perekonomian adalah
bidang yang semestinya harus dibedakan dengan bidang yang lain dalam kehidupan,
karena ini bersentuhan langsung pada kehidupan manusia. Perekonomian harus dilepaskan
dari intervensi pihak manapun, biarkan semuanya berjalan seperti apa adanya. Individualis,
setiap orang akan memperjuangkan kepentingannya sendiri. Jika ini berjalan
dengan maksimal dan sempurna, maka tanpa disadari dan tanpa diminta-minta, akan
tercipta suatu keadaan kesetimbangan baik ekonomi dan politik dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal ini lah yang dipahami Smith, tapi ada hal yang terlupakan
dalam pembahasannya yang kemudian disadari oleh Malthus, yakni tingkat
pertumbuhanpopulasimanusia.
Smith tidak memperhitungkan pertumbuhan populasi manusia. Hal tersebut yang saya gambarkan di atas memang memiliki kemungkinan untuk terjadi, namun bagaimana jika pertumbuhan populasi terus meningkat? Dimana penghuni-penghuni baru bumi tersebut akan memperjuangkan hak dan kepentingannya untuk hidup jika sudah tak ada lagi tanah. Mengingat tingkat pertumbuhan tanah tetap dan populasi manusia terus meningkat setiap tahunnya. Jika korelasi antara tanah dan populasi manusia ini tidak mendapat perhatian, maka Malthus meramalkan bahwa suatu saat nanti akan ada masa dimana individu-individu untuk memperjuangkan hidupnya baik ekonomi maupun politik akan saling memperebutkan tanah, sehingga memicu terjadinya konflik, dan bias saja memicu terjadinya perang. Selain itu, walaupun sifat egois menurut Smith adalah hal yang positif dalam system mekanisme pasar yang dikembangkannya, tapi saya masih tetap menaruh keraguan akan hal itu. Dalam proses perdagangan, kita tentu melakukan sebuah kegiatan dagang untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan ini kemudian akan kita kumpul untuk diinvestasikan dalam bentuk lain. Penginvestasian dalam bentuk lain ini lah yang kemudian bertentangan dengan paham yang disebarkan Smith. Pemikiran Smith tak bisa membendung hasrat setiap orang untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya, termasuk untuk menginvestasikan kapitalnya dalam berbagai bentuk, walau itu mengambil ruang lingkup kerja individu lain. Sesungguhnya itu lah yang terjadi pada masa sekarang sehingga orang-orang kaya akan semakin kaya dengan menginvestasikan kapitalnya dalam berbagai bentuk dan orang miskin akan tetap miskin begitu saja atau malah semakin miskin karena tergantung dengan lapangan pekerjaan yang dibentuk oleh orang kaya tadi. Karena orang miskin tadi tergantung pada lapangan pekerjaan yang dibentuk oleh orang kaya tadi, mengingat orang miskin memang membutuhkan pekerjaan, maka orang kaya yang memiliki modal capital tadi bias saja mengontrol upah yang diberikan pada pekerjanya. Bahkan pada beberapa kasus, para pemodal juga mengambil laba dari upah yang diberikan pada pekerjanya. Dan para pekerja hanya bias diam saja karena mereka berpikiran lebih baik diupah sedikit daripada dipecat dan menganggur. Deskripsi tadi sebenarnya bukan pembantahan atas pemikiran Smith yang mengatakan bahwa dengan mekanisme pasar, maka pengangguran akan berkurang karena banyak dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dalam pasar, melainkan penjelasan bahwa apa yang diramalkan Smith memang benar, tapi terdapat unsure ketidak adilan dan pemaksaan bahkan penindasan dan eksploitasi oleh pihak yang bermodal dan tidak bermodal di sini. Walaupun setiap orang bergerak dengan kepentingan dirinya masing-masing, tapi tidak ada yang menjamin bahwa proses pemenuhan kebutuhan individu tadi baik dalam bidang politik dan ekonomi tidak merugikan atau memanfaatkan pihak lain. Keluhuran dalam bersikap dan selalu ada maksud lain dalam setiap kegiatan, itulah yang menjadi penyakit para pelaku ekonomi politik internasional saat ini. Sehingga, semangat yang sebenarnya luhur yang dibawa Smith semakin bergeser dari porosnya. Pemikiran ini mati karena keserakahan yang tidak terbendung. Hal ini terbukti dengan The Great Depresion pada tahun 1930-an. Pada masa itu diyakini sebagai masa kegagalan implementasi pemikiran Smith. Pasar terlalu bebas untuk dilepas dengan orang-orang yang serakah sehingga barang diproduksi terlalu banyak, konsumsi kredit pun sangat tinggi, yang memicu terjadinya inflasi yang besar.
Muncullah kemudian Keyness dengan pemikirannya yang lagi-lagi mempercantik wajah ekonomi klasik yang dikembangkan Smith, menurutnya, untuk mengontrol laju perekonomian, dibutuhkan campur tangan negara sebagai pengontrol dan pengawas, agar semuanya terkendali dan tetap pada jalurnya. Walaupun teori ini terbantahkan pada tahun 1970-an karena lagi-lagi terjadi depresi saat itu, tapi pemikiran ini cukup membantu pada proses penyelamatan pemikiran Smith dari The Great Deppresion 1930. Sebenarnya, jika kita analisis dengan lebih seksama pemikiran klasik Adam Smith ini, untuk masa sekarang, sudah tidak relevan lagi untuk digunakan karena sudah terlalu banyak pembantahan-pembantahan yang terungkap dari kegagalannya. Namun, entah mengapa para pemikir ekonomi politik dunia tetap saja melanjutkan semangat perdagangan bebas dan liberalisasi walaupun dalam wajah yang lain dan terus saja mempercantik pemikiran Smith ini. Bahkan, tak jarang dari berbagai organisasi internasional yang ada di dunia, negara-negara berkembang dipaksa untuk mengikuti pola piker liberalisasi ekonomi. Dapat dilihat dari bagaimana negara-negara berkembang didoktrin sedemikian rupa untuk mengembangkan pembangunan wilayahnya walaupun belum siap sehingga mesti meminjam uang pada badan moneter internasional. Negara-negara berkembang seakan tak punya pilihan lain selain mengikuti pola yang memang telah dibentuk sejak berabad lalu sehingga bagaimana agar pola komando itu tetap dipegang oleh mereka yang berada di belahan barat bumi yang dianggap sebagai kelompok negara maju. Sempat ada penentangan dari kaum sosialis komunis dengan pemikiran Marx dan tokoh-tokoh yang menjadi pengikutnya, tapi pemikiran ini tidak mendapat perhatian lebih oleh para pihak yang memegang kendali. Pemikiran Marx dan Engels dengan teori sosialis komunis nya semestinya memiliki peluang untuk diyakini secara lebih luas kala system mekanisme pasar mengalami kegagalan terbesarnya pada Great Depresion tahun 1930-an, tetapi ternyata tidak demikian. Sistem yang berkembang dari pemikiran Smith yang sudah jelas gagal bukannya ditinggalkan melainkan dipercantik oleh pakar-pakar ekonomi lain untuk menyelamatkan system liberalisasi itu sendiri. Bahkan sekarang, negara-negara yang tadinya memiliki paham sosialis komunis yang sangat bertentangan dengan paham liberal lambat laun berubah wajah juga menjadi liberal. Hal seperti ini yang dialami Rusia dan Cina. Dan sayangnya, realita seperti ini semakin meyakinkan dunia bahwa untuk berkembang dalam bidang ekonomi, kita harus mengikuti tatanan perekonomian global yang telah dikonsep sedemikian rupa, seakan tak ada pilihan lain.Wajah ekonomi politik klasik yang dikembangkan Adam Smith dengan Liberalisasi seakan tak pernah padam, hanya berubah wajah yang membuatnya tak lekang oleh waktu.
Smith tidak memperhitungkan pertumbuhan populasi manusia. Hal tersebut yang saya gambarkan di atas memang memiliki kemungkinan untuk terjadi, namun bagaimana jika pertumbuhan populasi terus meningkat? Dimana penghuni-penghuni baru bumi tersebut akan memperjuangkan hak dan kepentingannya untuk hidup jika sudah tak ada lagi tanah. Mengingat tingkat pertumbuhan tanah tetap dan populasi manusia terus meningkat setiap tahunnya. Jika korelasi antara tanah dan populasi manusia ini tidak mendapat perhatian, maka Malthus meramalkan bahwa suatu saat nanti akan ada masa dimana individu-individu untuk memperjuangkan hidupnya baik ekonomi maupun politik akan saling memperebutkan tanah, sehingga memicu terjadinya konflik, dan bias saja memicu terjadinya perang. Selain itu, walaupun sifat egois menurut Smith adalah hal yang positif dalam system mekanisme pasar yang dikembangkannya, tapi saya masih tetap menaruh keraguan akan hal itu. Dalam proses perdagangan, kita tentu melakukan sebuah kegiatan dagang untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan ini kemudian akan kita kumpul untuk diinvestasikan dalam bentuk lain. Penginvestasian dalam bentuk lain ini lah yang kemudian bertentangan dengan paham yang disebarkan Smith. Pemikiran Smith tak bisa membendung hasrat setiap orang untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya, termasuk untuk menginvestasikan kapitalnya dalam berbagai bentuk, walau itu mengambil ruang lingkup kerja individu lain. Sesungguhnya itu lah yang terjadi pada masa sekarang sehingga orang-orang kaya akan semakin kaya dengan menginvestasikan kapitalnya dalam berbagai bentuk dan orang miskin akan tetap miskin begitu saja atau malah semakin miskin karena tergantung dengan lapangan pekerjaan yang dibentuk oleh orang kaya tadi. Karena orang miskin tadi tergantung pada lapangan pekerjaan yang dibentuk oleh orang kaya tadi, mengingat orang miskin memang membutuhkan pekerjaan, maka orang kaya yang memiliki modal capital tadi bias saja mengontrol upah yang diberikan pada pekerjanya. Bahkan pada beberapa kasus, para pemodal juga mengambil laba dari upah yang diberikan pada pekerjanya. Dan para pekerja hanya bias diam saja karena mereka berpikiran lebih baik diupah sedikit daripada dipecat dan menganggur. Deskripsi tadi sebenarnya bukan pembantahan atas pemikiran Smith yang mengatakan bahwa dengan mekanisme pasar, maka pengangguran akan berkurang karena banyak dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dalam pasar, melainkan penjelasan bahwa apa yang diramalkan Smith memang benar, tapi terdapat unsure ketidak adilan dan pemaksaan bahkan penindasan dan eksploitasi oleh pihak yang bermodal dan tidak bermodal di sini. Walaupun setiap orang bergerak dengan kepentingan dirinya masing-masing, tapi tidak ada yang menjamin bahwa proses pemenuhan kebutuhan individu tadi baik dalam bidang politik dan ekonomi tidak merugikan atau memanfaatkan pihak lain. Keluhuran dalam bersikap dan selalu ada maksud lain dalam setiap kegiatan, itulah yang menjadi penyakit para pelaku ekonomi politik internasional saat ini. Sehingga, semangat yang sebenarnya luhur yang dibawa Smith semakin bergeser dari porosnya. Pemikiran ini mati karena keserakahan yang tidak terbendung. Hal ini terbukti dengan The Great Depresion pada tahun 1930-an. Pada masa itu diyakini sebagai masa kegagalan implementasi pemikiran Smith. Pasar terlalu bebas untuk dilepas dengan orang-orang yang serakah sehingga barang diproduksi terlalu banyak, konsumsi kredit pun sangat tinggi, yang memicu terjadinya inflasi yang besar.
Muncullah kemudian Keyness dengan pemikirannya yang lagi-lagi mempercantik wajah ekonomi klasik yang dikembangkan Smith, menurutnya, untuk mengontrol laju perekonomian, dibutuhkan campur tangan negara sebagai pengontrol dan pengawas, agar semuanya terkendali dan tetap pada jalurnya. Walaupun teori ini terbantahkan pada tahun 1970-an karena lagi-lagi terjadi depresi saat itu, tapi pemikiran ini cukup membantu pada proses penyelamatan pemikiran Smith dari The Great Deppresion 1930. Sebenarnya, jika kita analisis dengan lebih seksama pemikiran klasik Adam Smith ini, untuk masa sekarang, sudah tidak relevan lagi untuk digunakan karena sudah terlalu banyak pembantahan-pembantahan yang terungkap dari kegagalannya. Namun, entah mengapa para pemikir ekonomi politik dunia tetap saja melanjutkan semangat perdagangan bebas dan liberalisasi walaupun dalam wajah yang lain dan terus saja mempercantik pemikiran Smith ini. Bahkan, tak jarang dari berbagai organisasi internasional yang ada di dunia, negara-negara berkembang dipaksa untuk mengikuti pola piker liberalisasi ekonomi. Dapat dilihat dari bagaimana negara-negara berkembang didoktrin sedemikian rupa untuk mengembangkan pembangunan wilayahnya walaupun belum siap sehingga mesti meminjam uang pada badan moneter internasional. Negara-negara berkembang seakan tak punya pilihan lain selain mengikuti pola yang memang telah dibentuk sejak berabad lalu sehingga bagaimana agar pola komando itu tetap dipegang oleh mereka yang berada di belahan barat bumi yang dianggap sebagai kelompok negara maju. Sempat ada penentangan dari kaum sosialis komunis dengan pemikiran Marx dan tokoh-tokoh yang menjadi pengikutnya, tapi pemikiran ini tidak mendapat perhatian lebih oleh para pihak yang memegang kendali. Pemikiran Marx dan Engels dengan teori sosialis komunis nya semestinya memiliki peluang untuk diyakini secara lebih luas kala system mekanisme pasar mengalami kegagalan terbesarnya pada Great Depresion tahun 1930-an, tetapi ternyata tidak demikian. Sistem yang berkembang dari pemikiran Smith yang sudah jelas gagal bukannya ditinggalkan melainkan dipercantik oleh pakar-pakar ekonomi lain untuk menyelamatkan system liberalisasi itu sendiri. Bahkan sekarang, negara-negara yang tadinya memiliki paham sosialis komunis yang sangat bertentangan dengan paham liberal lambat laun berubah wajah juga menjadi liberal. Hal seperti ini yang dialami Rusia dan Cina. Dan sayangnya, realita seperti ini semakin meyakinkan dunia bahwa untuk berkembang dalam bidang ekonomi, kita harus mengikuti tatanan perekonomian global yang telah dikonsep sedemikian rupa, seakan tak ada pilihan lain.Wajah ekonomi politik klasik yang dikembangkan Adam Smith dengan Liberalisasi seakan tak pernah padam, hanya berubah wajah yang membuatnya tak lekang oleh waktu.
D.
Contoh negara yang menganut
azas laissez aller laissez aller
Paham ini banyak dianut oleh negara yang memiliki paham liberalisme dan
kapitalisme, seperti:
- Benua Amerika: Amerika serikat, Brazil, Argentina, Meksiko, dll.
- Rusia, dll.
- Benua Asia: Jepang, Korea selatan, Singapura, Hongkong, dll.
- Benua Afrika: Mesir, Afrika Selatan, Maroko, dll.
E.
Konsep dari azas
laissez faire laissez aller
Dalam politik, politik dinegara ini harus didasarkan pada kemakmurannya,
hanya warga negara yang pajak sajalah yang diberi hak untuk memilih anggota
parlemen, sedang para anggota itu harus cukup kekayaannya dan jangan
menggantungkan hidupnya pada gaji-gaji sebagai anggota. Kemudian dalam ekonomi
setiap warga negara diberi kebebasan berusaha untuk kemakmuran dirinya. Hanya
saja jika kemakmuran itu terlalu berat sebelah yaitu menimbulkan kekayaan yang
luar biasa disamping kemelatan orang lain maka negara harus turun tangan
memperbaiki keadaan tersebut.
F.
Kekurangan dan
Kelebihan Azas laissez faire laissez aller
- Kekurangan
b. Memungkinkan terjadi ketidak seimbangan antara kaya dan miskin.
c. Masyarakat pada negara yang
menganut azas ini lebih individualis,tidak ada gotong royong dsb.
2. Kelebihan
a. Masyarakat tidak terlalu terkekang oleh undang-undang.
b. Tidak bergantung pada pemerintah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laissez Faire adalah sebuah frase dari bahasa
perancis yang berarti biarkan berbuat, biarkan berlangsung, biarkan terjadi, dan biarkan setiap orang
berbuat sekehendak hati. Sedangkan makna dari azas laissez faire laissez aller adalah dimana
setia warga negara diberi
kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha bagi kemakmuran dirinya, negara
tidak mengintervensi/ ikut campur dalam urusan warga negara. Pencetus istilah laissez faire
laissez aller ialah Quesnay dan Turgot, sedangkan teori-teori azas ini
dicetuskan oleh Adam smith, David recardo dan Robert maultus.
Azas ini banyak dianut oleh negara-negara liberalis
dan kapitalis. Konsep dari negara ini di antaranya Dalam politik, politik dinegara ini harus didasarkan pada kemakmurannya,
hanya warga negara yang pajak sajalah yang diberi hak untuk memilih anggota
parlemen, sedang para anggota itu harus cukup kekayaannya dan jangan
menggantungkan hidupnya pada gaji-gaji sebagai anggota. Kemudian dalam ekonomi
setiap warga negara diberi kebebasan berusaha untuk kemakmuran dirinya. Hanya
saja jika kemakmuran itu terlalu berat sebelah yaitu menimbulkan kekayaan yang
luar biasa disamping kemelatan orang lain maka negara harus turun tangan
memperbaiki keadaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/azas
laissez faire:
Blake, Nelson Manfred. A Short History of America Life (New York:
McGraw-Hill Book Company Inc, 1952).
Domhoff, G William. Who Rules America? (Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice Hall, Inc., 1967).
Inilah Amerika. Jakarta: Dinas Penerangan Amerika Serikat, n.a.
Klenk, Robert W dan Robert M Ryan, (eds.), The Practice of Social
Work (Belmont: Wadsworth, 1974).
“Politik Perdagangan AS”, Uraian Biro Urusan Publik Departemen Luar Negeri
AS, Titian. Paket 9/1984.
Prewitt, Kenneth; Verba, Sidney. An Intro-duction to American Government
(New York: Harper & Row, 1974).
Reagan, Ronald. “Kestabilan Ekonomi Akan Menunjang Pertumbuhan” (Teks
Laporan Ekonomi Presiden Reagan). Dalam Masalah Ekonomi, No. 2/ME/86, 18
Februari 1986.
Scottland, Charles I. ed. Welfare State Harper Torcbooks, 1967.p
Weststrate, C. Ekonomi Dunia Barat. Bagian I. Bandung, ‘sGravenhage
: W. Van Hoeve, 1952. Terjemahan Mr. Sumarto Djojodihardjo.
0 komentar:
Posting Komentar